Halaman

Rabu, 20 April 2011

Galaksi Bima Sakti Yang Terus Bergolak

Galaksi Bima Sakti, tempat di mana Tata Surya berada ternyata terus bergolak. Terdapat banyak misteri menyangkut sifat materi di galaksi berbentuk cakram ini. Semakin banyak data dikumpulkan, semakin kompleks pula teori yang dikembangkan. Sekali lagi terlihat, apa yang disebut "materi gelap" menjadi jawaban manjur bagi hampir semua persoalan astronomi. Manusia di Bumi, selalu ingin tahu, bagaimana situasi alam semesta tempat mereka tinggal. Sampai dengan awal abad ke 20, masih belum diketahui, seberapa besar sebetulnya galaksi Bima Sakti, tempat dimana Matahari, sebuah bintang yang ukurannya tidak terlalu besar, yang merupakan sumber kehidupan bagi Bumi berada di pinggirannya. Tahun 60-an diketahui, galaksi Bima Sakti berbentuk cakram dengan lebar sekitar 100.000 tahun cahaya, dan ketebalan sekitar 3.000 tahun cahaya. Di dalamnya terkandung sekitar 100 milyar bintang. Jadi memang benar, jika kitab suci mengatakan, manusia ibaratnya hanya setitik debu di alam semesta ini. Mula-mula para ahli astronomi menduga, semua sistem galaksi terbentuk di awal sejarah di alam semesta, sekitar 13 milyar tahun lalu, dan setelah itu kondisinya relatif stabil. Namun seiring dengan semakin majunya teknologi pengamatan alam semesta, baik dengan menggunakan teleskop terestrial, maupun teleskop ruang angkasa semacam Hubble, diketahui bahwa galaksi-galaksi di alam semesta tetap bergolak. Galaksi Bima Sakti misalnya, diamati memiliki lapisan terluar, yang kondisinya mirip dengan saat terciptanya alam semesta setelah Dentuman Besar. Kawasan luar Bima Sakti, ternyata diselubungi awan gas yang amat panas, yang bergerak dengan kecepatan amat tinggi. Matahari dan semua bintang di dalam Bima Sakti, melakukan rotasi terhadap pusat galaksi, dengan kecepatan sekitar 200 kilometer per detik. Sementara awan gas amat panas di selubung luar Bima Sakti, melakukan rotasi dengan kecepatan sampai 400 kilometer per detik. Penelitian selanjutnya, juga menemukan selaput awan gas, diantara kawasan Bima Sakti dan lapisan awan gas berkecepatan tinggi, yang memiliki kecepatan lebih rendah dan relatif lebih dingin. Pertanyaan para ahli astronomi adalah, apa arti dari keberadaan dua lapisan awan gas panas, yang volumenya amat besar tsb?


Sistem tidak terisolasi
Pada tahun 1963, ahli astronomi Jan Oort dari Universitas Leiden di Belanda, mengajukan hipotesa, pada fase akhir pembentukan galaksi, tersisa masa gas di perbatasan gaya gravitasi galaksi. Baru setelah 10 milyar tahun, gas ini mencapai cakram galaksi Bima Sakti, berupa awan gas panas berkecepatan amat tinggi. Hipotesa Oort tsb. memenuhi kebutuhan para ahli astronomi, untuk membuat model untuk menerangkan komposisi gas di berbagai galaksi. Diyakini, pada bagian inti bintang diproduksi elemen berat, dan ketika bintang meledak, disebarkan ke seluruh alam semesta. Bintang yang baru lahir, menangkap elemen berat ini, dan di sisi lainnya juga memproduksi elemen serupa, hingga volumenya bertambah besar. Jadi, jika sebuah galaksi berkembang dalam sistem tertutup, dipastikan galaksinya mengandung bintang-bintang generasi baru, yang memiliki elemen berat dalam jumlah lebih besar. Namun kenyataannya, penelitian para ahli astronomi menunjukan, hampir semua bintang di sekitar Matahari, tidak tergantung dari umurnya, memiliki elemen berat yang volumenya relatif sama. Kesimpulannya, galaksi Bima Sakti berkembang tidak dalam situasi tersiolasi. Melainkan ada gas inter-galaksi yang terus memasok materi baru dari luar. Pada tahun 70-an ahli astronomi Paul Saphiro dan George Field dari pusat penelitian Astrofisika Harvard-Smithsonian di Cambridge AS, mengeluarkan hipotesis, awan gas berkecepatan tinggi tsb, merupakan semacam sumber elemen awet muda bagi galaksi. Menurut hipotesa Saphiro dan Field, gas yang terpanaskan dan terionisasi oleh bintang-bintang raksasa, membentuk semacam atmosfir galaksi pada korona Bima Sakti. Di atmosfir, gas yang terionisasi mendingin, dan melakukan rekombinasi, selanjutnya gas tidak bermuatan kembali jatuh ke permukaan galaksi. Dengan cara itu, terbentuk semacam sirkulasi gas secara permanen antara cakram dan korona di galaksi Bima Sakti.

Arus Magellan dan materi gelap
Akan tetapi, hipotesa Oort atau model sumber elemen awet muda bagi galaksi dari Saphiro dan Field, tidak mampu menerangkan sifat dari awan gas berkecepatan amat tinggi tsb. Teka-teki awan gas berkecepatan tinggi, semakin rumit ketika pada tahun 70-an ditemukan apa yang disebut arus Magellan. Yakni struktur gas seperti busur yang melewati galaksi Bima Sakti. Arusnya mengikuti jalur rotasi awan Magellan besar dan kecil, yakni dua galaksi dekat Bima Sakti yang bersifat seperti satelitnya Bima sakti. Pada tahun 1996 lalu, Leo Blitz ahli astronomi dari Universitas California di Berkeley mengajukan teori baru. Menganalisis sifat awan berkecepatan tinggi maupun arus Magellan, diperkirakan keduanya berasal dari galaksi-galaksi lokal yang lebih kecil, yang ditarik oleh gaya gravitasi Bima Sakti. Sisa gas itulah yang kemudian membentuk awan gas berkecepatan tinggi yang amat panas. Sekitar 30 tahun lalu memang ada teori seperti itu. Namun dipatahkan, karena diduga awan gas sebesar itu, pastilah tidak stabil. Namun Blitz mengukuhkan kembali teori lama itu, dengan unsur baru yakni materi gelap. Leo Blitz menyebutkan, sebagian besar massa awan gas itu adalah materi gelap. Kandungan gasnya relatif kecil. Dengan teori itu hendak diterangkan, bahwa awan gas berkecepatan tinggi, sebetulnya memiliki kerapatan sekitar 10 kali lipat, lebih besar dari perhitungan selama ini. Itulah sebabnya awan gas itu tetap stabil, karena dapat bertahan akibat gaya tariknya sendiri. Dengan hipotesa tsb, juga beberapa masalah astronomi dapat terpecahkan. Misalnya saja, hipotesa mengenai terbentuknya galaksi, yang kini diduga mengandung lebih banyak materi gelap, ketimbang materi kasat mata. Kini pertanyaannya, hipotesa mana yang benar?

Sifat lebih kompleks
Ternyata penelitian lebih lanjut di sepanjang tahun 90-an, memberikan lebih banyak data baru, mengenai awan gas misterius di sekitar galaksi Bima Sakti ini. Ternyata, sifat gas berkecepatan tinggi, jauh lebih kompleks dari perkiraan semula. Artinya, semua hipotesa mungkin tepat, karena masing-masing berkaitan dengan fenomena yang ada dalam kompleksitas tsb. Sebagian gas, mungkin memang berasal dari waktu pembentukan galaksi, sesaat setelah dentuman besar. Atau juga memang berasal dari sirkulasi sumber elemen panjang umur. Juga teori pertukaran energi dan gas dengan arus Magellan, juga tidak keliru. Sebab galaksi bukan benda langit yang stabil, seperti yang diduga setengah abad lalu. Melainkan kawasan yang terus bergolak, yang mempengaruhi dan dipengaruhi galaksi lainnya. Galaksi kecil bisa hilang ditarik gravitasi galaksi lebih besar. Atau sejumlah galaksi kecil bergabung menjadi galaksi raksasa. Disinilah kesulitannya untuk menarik kesimpulan. Para ahli terus meneliti komposisi gas di galaksi Bima Sakti dan galaksi lainnya, untuk dapat mengetahui asal-usul alam semesta, meramalkan siklus hidupnya dan bagaimana nanti akhir dari alam semesta ini. Sebuah gambaran yang amat abstrak, karena yang dibicarakan di sini adalah rentang waktu milyaran tahun. Atau juga jarak ratusan ribu sampai jutaan tahun cahaya. Pengamatan galaksi tetangga Bima Sakti menunjukan, banyak diantaranya dikelilingi galaksi lebih kecil, yang terdiri dari elemen gas dan materi gelap yang masih misterius. Awan gas berkecepatan tinggi di galaksi Bima Sakti, mengingatkan, bahwa kita hidup dalam sistem bintang yang sangat aktif, yang dalam sekejap dapat memusnahkan seluruh penghuni Bumi dengan planetnya sekaligus.(muj)

0 komentar:

Posting Komentar

Thank You Myspace Comments
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More